HIDUP tak MENGAJARI mu Bagaimana TERTAWA, Tetapi HIDUP MENGAJARI mu Bagaimana Meraih BAHAGIA.

Rabu, 30 November 2011

Memori Daun Pisang ala Budhe SAPTORINI

Memori daun pisang … halah. Nih judul lebaih banged yah?

Begini ceritahnya. Tahun 2007, I don’t remember tanggalnya berapah. Datang seorang ibu2 mengendong anak beserta seorang laki-laki –udah pasti dia suaminyalah, tebakku—datang ke kantorku yang tercintah. Bertepatan, aku lagi mbenerin printer yang kemasukan paku oleh oknum adminku yang ndak bertanggungrasa. Hags.

Aku bepikir. Sapa lagi sih nih? Agak sewot dan sedikit mendendam aku. Biasalah banyak yang nglamar karena memang kantorku baru di open bulan laluh. Mauh, ngalamar bagian apah lagi? Batinku semakin mendemdam. Hags.

Em, ternyatah tanpa seizinku, bos menerima dia bekerja di kantorku. Uh, emang aku siapah##$!

Sehari dua hari, dia kelihatan canggung ma akuh. Aku maklum ajah. Emang biasa karyawan baru. Secara ngadepin seorang Anjas gituh. Yang notabene aku sok jual mahal dan pasang hargah tinggi. Misal diskon ya paling 5%lah. Itupun buat harga sahabat.



Seminggu dua minggu. Dia kok agak menghindar padakuh. Aku selalu lihat mulutnya komat-kamit setiap sholat duhur dan asar, kuperhatikan apah yang dia katakan pada Tuhan. Oh, naaaaaaw, ternyatah dia berdoa agar tak pernah bekerjah sama satu tim denganku. Whooot! OMG. Emang aku monster lumba-lumba apah.

Sebagai orang yang bijak dan berhati muliah, aku menurunkan level keartisanku, hanya demi sebuah tim produksi yang kompak di kantor. Ohya, sebelum aku terlanjur menulis, ku umumkan bahwah kantorku adalah sebuah penerbitan buku yang bergenre ISLAM. Produknya jangan ditanyah … boleh acung jempols limah. Hush, promo! (Radi bayar rasah wae mas bro!)

Akhirnya, setelah sebulan, karyawan baru itu mulai berani mendekatikuh. Dia piker aku dah jinak kalee. Secara, emang aku jinak orangnnya. Apalagi di hadapan wanitah. Hahahah

Aku pun senang. Hatiku riang. Karena teman baruku itu selalu bernyanyih di pagi hari sebelum kerjah. “SENANGNYA HATIKUH, HILANG PANAS DEMAMKU, INSAPNYA OH INSAPNYAH.”

Well, akhirnya qt pun jadi team produksi iyang KOMPAQ. Ibarat, prosesor udah kelewat dual core lah … yak arena sering duel pemikiran gituh.

Tahun pertamah …

Tahun keduah …

Tahun ketigah …

Tahun ke em -- …

Tiba2 petir menggelegar di pelataran kantor. Betara kala menjelma di pekarang. Membawa sabda menggetarkan planet INDIVA kantorkuh tercintah.

Dia membawa pesan si empunya. Bahwa, MULAI 1 DESEMBER SI EMPUNYA BAKAL RESIGN. Badadala bujuh busyet. Hags.

Aku dan karyawan lain terpanggang oleh rasa tak percaya. Terbakar oleh sabda si Betara Kalah. Wuush kayak terkena lisus tak berkesudahan plus rintikan hujan yang membara.

Semua lari ke depan. Semua terperanjat. Semua schok eh syok … Termanguh. Speechless. Semua klebes.

Ditunggu beberapa detik berselang. Sang Betara Kala masih menyeringai. Mata semua karyawan melotot memandang sang Betara yang berperawakan 50 kali lipat si Rambo tukang siomay machoh dari Hollywood …

Aku memberanikan diri menyapa si Betara.

“Hai betara, kita semua tak segeming pun akan percaya dengan gossip murahanmu. Empumu sudah enak di sini. Semuah tercukupih. Gaji 2 kali UMR. Tunjangan sudah ditunjang2. Dari Jamsostek sampai jamkesmas ada. Komplit kayak bakwan malang belakang PDAM. ”

Sesaat, semua tatapan mata menjadi kosong memelas. Suara sang Betara yang menggelegar tak kunjung menyeruak. Semua tambah takut. Bingung. Karena muka si Betara yang tambah merah menyala. Seperti angkringan HIK depan kantor. Semua TERDIAM.

Dan tiba-tibah ….

Ciaaaaaaaaaaaat …. Nampak sesosok wajah berjubah hitam muncul dari balik si Betara. Tak lupa dengan bulu mata anti tsunamihnyah. Haks. Inih fotohnya ….


THIS IS IT!

Aw, aw, aw, aw, aw … semua terkejuts. Jantung berhenti berdetak. Ternyata sosok itu bernama SAPTORINI. Kemudian dia berujar, “Pakde, budhe, om, tanteh, lajang, semuanya … im sorry gud bye yah ….”

Uh, semua yang menyaksikan bertumpah airmata. Tapi si ucrit, karyawan paling bontot sempat membatin, “Kagak nyadar umur nih budhe … hahay!”

“Memang, Ucrit aku ndak lupah udah berapah my age, tapi kan aku tetep sesuatuh … .” Ah, ternyata si budhe indigonya semakin kuat. Waks.

“Memang alasan jenengan keluar apah?” Aku membalik bertanya. Dan semua menunggu jawaban, terngagaaaa.

Pelan dan lantang dia menjawab, “Yah, itu tadi, aku hanya pengen sesuaatuh. Dan aku tak kan meninggalkan kalian kok. Kita akan tetap menjadi sedulur sinorowedi. Meski tak seatap, tapi sehati.”

Uh, jawaban yang sungguh bijaksanah. Semua kecewa tersirami air bahagiah. Semua sedih menjadih riang.

“Huraaay ternyatah, budhe akan selalu care dengan kitah. Akan selaluh berkomunikasi dengan kitah.”

Dan, perpisahan yang mengharukan pun terjadi. Dalam gendongan tangan sang betara kala, budhe terbang naik ke langit. Terburai airmata jatuh menjadi tetesan pelangi. Semua yang dibawah berucap, “SELAMAT BERTEMU LAGIH BUDHE, SELAMAT BERKARYAH, dan SUKSES SELALUH.”
Uh, sungguh KD banget perpisahan sore ituh.

Cuma satu yang si ucrit sesalkan, KEPADA SIAPA LAGI MAU UTANG PULSA.

Hags … belum jadi ucrot ajah si ucrit udah opportunis … dasar!

“Timpuk si ucriiiit!” Plak plok plak plok.


Hahahahahaha, this is it the story of daun pisang. Semoga bisa dikenang. Love U all guys… .






Salam pendekar INDIVA BISA. 




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP