HIDUP tak MENGAJARI mu Bagaimana TERTAWA, Tetapi HIDUP MENGAJARI mu Bagaimana Meraih BAHAGIA.

Selasa, 03 Januari 2012

Menelisik Petilasan Kebo Kanigoro

Sabtu pagi, di penghujung tahun 2011.


Selarik sinar matahari pagi menyelinap di sela-sela awan yang menggantung di lereng merapi sisi timur. Udara begitu dingin merasuk ke sendi-sendi tulang. Di depan berdiri gagah puncak merapi, begitu cerah, damai, dan tenang. Namun jika dilihat lebih saksama, dari puncak kepundan masih terlihat sisa keganasan erupsi seismik di akhir oktober 2010 yang menewaskan kurang lebih 165 jiwa. 
Waktu menunjukkan pukul 07.30 pagi, waktu istirahat dari kegiatan rapat kerja bersama teman-teman remaja masjid dari Pengging. Dan kesempatan itu aku gunakan untuk bercengkerama dengan Bapak Sarjono, pemilik homestay tempat kami menginap. Sebuah homestay yang nyaman di dukuh Ngaglik, Desa Samiran, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Yang berada di lereng gunung Merapi, dengan ketinggian 2.968 di atas permukaan laut. Sebenarnya banyak homestay yang bisa dipilih ketika kita mau menghabiskan waktu mengisi liburan di Desa Wisata Samiran. Namun, kita lebih pas memilih homestay itu karena sesuai dengan kebutuhan raker. Dengan dua kamar tidur dalam, satu kamar tidur tambahan, di ruang tengah terdapat kamar tamu yang luas, dan satu lagi, peralatan dapur yang sangat lengkap. Apalagi view yang bisa tangkap dari homestay. Landscape merapi benar-benar sempurna.
Good choice, I think!


Homestay tempat kami menginap.
Sambil menyeruput kopi panas bersama Pak Sarjono, aku menceritakan bagaimana perjalanan kami tadi pagi menuju Goa Raja. Goa tempat bertapanya Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono VI, raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada tahun 1824 M. 

Perjalanan kami menuju Goa Raja.

Dalam obrolan kami, Pak Sarjono menambahkan bahwa ketika  Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono VI  bertapa, beliau ditemani oleh dua abdi dalem terkasihnya, yaitu Kyai Badhut dan Kyai Poleng. Konon, karena saking lamanya raja bertapa, maka kedua abdi dalem itu ikut menghilang. Dan menurut cerita rakyat, kedua abdi dalem itu sampai saat ini masih sering menampakkan dirinya, berwujud harimau putih dan harimau kembang asem atau kuning kecoklatan.

Goa Raja dari pintu masuk.
Dari arah tebing atas mengucur air bening 
ke mulut goa.

Goa Raja jika dilihat dari dekat. 
Untuk menuju Goa kita harus mendaki 
beberapa undakan ke atas bukit. 
Sambil olahraga pagi yuk!
Cerita pun masih berlanjut, sambil menikmati jadah bakar khas selo kami meneruskan obrolan. "Apakah ada tempat bersejarah lainnya, Bapak?" tanyaku. Beliau pun mengarahkan jari telunjuknya ke arah barat daya. Menunjuk pada sebuah desa yang terletak di atas perbukitan. Kurang lebih 1 kilo dari homestay kami berada. 

“Di sanalah letak adik dari Ki Ageng Kebo Kenongo muksa?” aku terperangah.
“Muksa?” Tanyaku tegas kurang memahami. 
“Iya. Muksa adalah menghilang bersama jasadnya.” Aku mengerutkan dahi. 
“Tapi bukankah Ki Ageng Kebo Kenongo dimakamkan di Pengging, di tempat saya tinggal Bapak?” 
“Memang iya, dhek.” 
“Lalu siapa nama adik dari Ki Ageng Kebo Kenongo yang Bapak maksudkan?” Aku menelisik. 
“Beliau bernama Ki Ageng Kebo Kanigoro,” aku manggut-manggut. “Oh ya? Bagaimana ceritanya?” 
Kemudian, Pak Sarjono pun menceritakan panjang lebar tentang siapa Ki Ageng Kebo Kanigoro. Sosok yang menganggumkan bagi penduduk lereng merapi.
Ki Ageng Kebo Kenongo adalah kakak kandung dari Ki Ageng Kebo Kanigoro. Mereka berdua adalah buah cinta dari pernikahan agung Pangeran Handayaningrat Pengging yang berasal dari Kerajaan Pengging dengan Ratna Pambayun yang berasal dari Majapahit. 
Alkisah diceritakan, terjadinya perburuan oleh Sultan Demak dan wali songo terhadap Syeh Siti Jenar. Karena pada waktu itu, Syeh Siti Jenar dianggap menyebarkan ajaran sesat dan membahayakan bagi penduduk di Kerajaan Demak. Maka Raja Demak pun memutuskan, Syeh Siti Jenar dan para pengikutnya harus ditangkap dan dihukum mati. Pun tak terkecuali, Ki Ageng Kebo Kanigoro. 
Ki Ageng Kebo Kanigoro adalah murid dari Kyai Ageng Pengging. Dan Kyai Ageng Pengging adalah murid dari Syeh Siti Jenar. Maka Ki Ageng Kebo Kanigoro pun tak luput dari kejaran pasukan Kerajaan Demak. Beserta para pengikutnya, Ki Ageng Kebo Kenongo melarikan diri ke berbagai tempat. Hingga suatu hari, sampailah beliau di suatu tempat di lereng Gunung Merapi. 
Di sanalah Ki Ageng Kebo Kanigoro membangun sebuah tempat persembunyian dan juga mengajarkan ilmunya. Dan pada suatu malam, Ki Ageng Kebo Kanigoro muksa dalam pertapaannya. Dan sebelumnya, beliau berpesan agar kelak jika tempat itu dihuni oleh banyak orang, maka beliau berpesan untuk memberi nama tempat itu dengan Dusun Pojok. 
Dan petilasan tempat Ki Ageng Kebo Kanigoro sampai dengan hari ini masih dilestarikan keberadaannya sebagai tempat ziarah. Pada malam Jumat Legi pun, selalu diselenggarakan selamatan apem dan ketan di petilasan. Dan pada waktu malam satu suro atau pada malam awal bulan Muharram, warga desa Samiran mengadakan pawai sedekah bumi yang berawal dari Goa Raja menuju ke Petilasan Ki Ageng Kebo Kanigoro. Sedekah bumi diadakan untuk menunjukkan rasa syukur warga Samiran dan sekitarnya, atas nikmat yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Esa. 

Aku pun terdecak kagum oleh penjelasan Pak Sarjono, betapa masih kuatnya tradisi masyarakat Selo untuk menjaga keutuhan sejarah bangsa yang turun termurun. 

***


Waktu menunjukkan pukul 08.00 pagi. Aku menyudahi obrolan pagiku dengan Pak Sarjono. Aku segera mengajak salah seorang temanku untuk mengunjungi Petilasan Ki Ageng Kebo Kanigoro di Dukuh Pojok.
Dengan motor matic kami menerobos gerimis yang tiba-tiba datang menyergap. 

Di tengah perjalanan kami bertemu dengan dua anak laki-laki kecil yang tampangnya lucu-lucu. Kuperhatikan ada bundaran merah di kedua pipinya, yang menandakan mereka orang gunung asli. Bukan aku yang pendatang. Kami pun hampiri mereka. Dan aku tanyakan apakah benar jalan yang aku ambil sudah benar. 

Kapan aku bisa bertemu 
mereka kembali?
Kedua anak kecil itu pun menganggukkan wajahnya. Dan mengacungkan jari telunjuknya ke depan dan mengatakan gerbang petilasan hanya berjarak beberapa ratus meter di depan. 
Aku pun mengucapkan terima kasih dan tak lupa mengambil gambar kedua anak itu. 
Akhirnya, kami sampai di depan gerbang Petilasan Ki Ageng Kebo Kanigoro. 
Gerbang masuk Petilasan Ki Ageng
Kebo Kanigoro
Dan kami melanjutkan kembali perjalanan masuk ke petilasan. Jalan sempit dan berdinding tanah banyak ditumbuhi rumput di samping kanan kiri. Seperti masuk ke dalam benteng keraton, rasaku. 
Jalan masuk bertebing menuju petilasan.
Dan tak berapa lama, kami dapati sebuah pagar depan petilasan yang tampak kokoh di depan. Sebuah gerbang tua. 
Hening yang aku dapatkan. Hanya suara angin yang menderu kencang meski gerimis tak lagi turun. Kami mendaratkan motor matic di pelataran yang memang sudah disediakan sebagai lahan parkir. Ada beberapa petani lewat di depan gerbang. Dan dengan keramahan, mereka menyapa kami. Melihat sekeliling, hemm..., benar-benar nuansa dunia lain bisa aku rasakan. Hehe.
Di depan gerbang petilasan.
Begitu masuk ke dalam petilasan, ada dua pohon besar yang telah siap menyambut kami. Wow, aku semakin terdecak. Kudapati sebuah pekarangan yang bersih dan luas. Di sebelah kiri gerbang terdapat dua buah kamar mandi yang terawat dan bersih.  
Sangat cantik bukan?
Semua begitu indah, dan tenang. 
Petilasan tampak depan.
Setelah masuk ke dalam petilasan kurang lebih dua puluh ayunan langkah. Tampak sebuah rumah berbata merah. Mirip bangunan pendopo. Ada beberapa undakan menuju pendopo itu. Dan di sebelah kiri pendopo utama ada bangunan untuk juru kunci petilasan.
Ini adalah Petilasan Ki Ageng Kebo Kanigoro.
Sisi timur petilasan.
Sayang, sebenarnya aku ingin masuk ke dalam  pendopo dan menemui juru kunci. Tapi, karena waktu yang aku punya hanya sebentar dan aku harus kembali ke rangkaian kegiatan, maka, aku putuskan untuk tidak masuk ke dalam  pendopo 

Aku pun berazzam. Entah kapan, aku akan mengunjungi tempat ini lagi. Dan bertemu juru kunci, agar bisa lebih detail pengetahuanku tentang siapa sosok Ki Ageng Kebo Kanigoro semasa hidup. Dan bagaimana proses muksa-nya. Aku pun masih menyimpan tanya, siapa dua sosok yang dimakamkan di pendopo itu

Namun untuk saat ini, aku biarkan semua menjadi misteri hehe. 

Di akhir tulisanku, aku berpesan kepada sahabat semua. Bahwa sebagai generasi penerus bangsa, kita wajib menghargai sejarah dan ikut peduli serta nguri-uri atau melestarikannya.

Sejarah bisa saja dilupakan. Bahkan betapa mudah terlupakan oleh waktu. Namun harus kita ingat bersama, hanya dengan sejarah jejak masa lampau dapat kita baca, lihat, dan pahami. Bahkan bisa menjadi cerita yang indah yang bisa kita wariskan kepada generasi mendatang. 
Dan haruslah kita bijak, bahwa kita bisa hidup dan mengenyam dunia modern sekarang ini, berkat adanya sejarah masa lampau. 


Karena sejarah dapat membentuk siapa kita kelak, dan sejarah pula yang membuat bangsa kita bermartabat. 



Semoga bermanfaat …


Kaira


12 komentar:

  1. Mantap tulisannnya...sukses buat semuanya
    Salam kenal dari one smhttp://iwansmtri.blogspot.com/2011/12/ada-ilmu-matematika-di-obyek-wisata.html

    BalasHapus
  2. Mantap tulisannnya...sukses buat semuanya
    Salam kenal dari onesm
    http://iwansmtri.blogspot.com/2011/12/ada-ilmu-matematika-di-obyek-wisata.html

    BalasHapus
  3. ijin baca2 temans, memang kita harusnya Jas Merah kok... ;) kereeen...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Blitar pusat pemerintahan akan berada di Kanigoro, Blitar bisa dikata memiliki seambreg peninggalan candi, Blitar ada dilereng gunung Kelud yang menjadi awal mengalirnya air di kali Brantas. .
      apa mungkin ya,,,, dahulunya Blitar ada kerajaan besar dan apa itu kerajaan Majapahid yang sesungguhnya berpusat di Blitar.
      Letak geografisnya mendukung. puncak gunung kelud untuk pengintaian jarak jauh, kali brantas untuk arus lalu lintas dan pantai selatan sebagai gerbang ke luar (luar negeri).
      Aku kok penasaran soal dimana sesungguhnya kerajaan Majapahid pusatnya.

      Hapus
  4. Tempatnya adem banget kayaknya tuh mas.. :)
    pati nyaman banget tempatnya, jadi pengen kesana :D

    BalasHapus
  5. dua makam yg ada di dalam pendopo menurut orang sekitar itu adalah makam para juru kunci yg telah mengabdi turun temurun utk menjaga tempat petilasan tsb.

    BalasHapus
  6. Ki Ageng Kebo Kanigoro tdk hilang disana, ttp hijrah menuju Bali lalu menetap di Lombok dan mendirikan sebuah kerajaan kecil yg bernama kerajaan Pujut, keturunannya skrg sdh ada dimana2

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu bodoh..sing bener ya nang jowo ndul ndul

      Hapus
  7. oh jadi kedua makam itu juru kunci pendopo itu gan ?
    aku kira masi turunan nya
    terimakasih ya atas informasi nya

    BalasHapus
  8. saya bangga sebagai orang indonesia dan terutama khususnya sebagai orang jawa..jawa asli saya lahir di jawa tengah..saya bangga lahir batin

    BalasHapus
  9. Mantap mas. Mas jika anda mencantumkan bertemu 2 anak kecil dan mas memberikan caption "kapan bertemu mereka lagi?" silakan datang lagi mas mereka berdua udah gede hehehehe mereka adik kandung saya, yg satu udah kelas 6 sd yg satu udah kelas 1 smk mas. Barangkali kedua anak kecil itu juga rindu sama mas. Makasih mas posting anda sangat menarik. Salam hangat mas dari saya.

    BalasHapus
  10. Inshaa allah..putro wayah kanjeng sinuwun mangkunegoro diponegoro nur muhammad sapu jagad sejati saged sowan wonten punden petilasan ki ageng kebo kanigoro ..

    BalasHapus

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP